Saat kita menjadi anak-anak, keadaan kita sama seperti anak kita saat ini. Anak-anak itu memiliki dua sisi. Menurut teorinya Freud, anak-anak itu energinya lebih banyak dipengaruhi alasan enak dan tidak enak. Oleh karen aitu, ia perlu diberikan pendidikan untuk memaksimalkan dorongan yang sifatnya positif.
Tapi, di sisi lain, banyak teori pengetahuan dan agama yang melihat anak-anak sebagai makhluk yang suci jiwanya sehingga lebih banyak positifnya. Karena itu, yang dibutuhkan adalah kasih sayang agar sifat-sifat positif itu tumbuh subur sampai dewasa. Sifat atau bawaan dasar anak-anak itulah yang mestinya perlu kita hidupkan terus, meski kini kita sudah punya anak.
Yang paling menonjol dari sekian sifat positif anak-anak adalah kebebasan dia untuk berkembang melalui berbagai cara belajar (free to grow), memiliki banyak alternatif saat menghadapi masalah (creative), sifat empatinya, mudah memaafkan keadaan atau manusia. Karen itu, anak-anak tidak memiliki rasa minder dan rasa takut dalam melihat dirinya, terlepas status sosial orangtuanya apa.
Kalau kita terus menyuburkan naluri anak-anak untuk bebas berkembang dengan berbagai cara belajar, pasti kita akan menjadi sosok yang selalu lebih baik. Hal inilah yang terkadang luput dari kesadaran.
Sebagian besar orang dewasa, karena pengaruh lingkungan dan hasil pengamatan dirinya, secara tanpa sadar telah membunuh naluri kebebasan itu dengan mengembangkan rasa takut atau rasa kurang. Kita menggagalkan inisiatif untuk belajar mendalami keahlian atau pengetahuan karena berpikir KURANG fasilitas. Kita menggagalkan inisiatif untuk berkarya / mewujudkan mimpi karena TAKUT dikomentari jelek atau kalau nanti gagal bagaimana, dan seterusnya. Padahal, kalau kita bebas-bebas saja seperti anak-anak, akan lebih banyak lagi kebaikan yang bisa kita optimalkan.
Rasa takut dan rasa kurang yang dikembangkan orang dewasa itulah yang kemudian membelah kepribadiannya menjadi dua: antara The Poor-Me (merasa tidak punya kelebihan apa-apa, minder, dst) atau The Super-Me (arogan, merasa sudah segala-galanya, dst). Padahal dua-duanya itu bukanlah sifat kita yang sebenarnya.
Mari jadikan diri kita yang sebenarnya dengan membangkitkan sisi positif jiwa anak-anak dalam diri kita, agar jiwa kita mengalir dan bebas.
Sumber : http://www.sahabatnestle.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar